Halaman

Sabtu, 07 Desember 2013

Filsafat

Rene Descartes
“Cogito Ergo Sum”
“Aku berfikir, maka aku ada”

            Kalimat yang dikemukakan oleh Descartes itu selalu dimuat dalam buku pengantar filsafat khususnya yang membahas mazhab rasinalisme dan senantiasa nyaris tanpa ada koreksi benar salahnya sama sekali, dan kemudian menjadi semacam “mantra sakti” yang membius banyak orang sehingga selalu takjub tanpa bisa bersikap kritis kepada apa yang datang dari dunia filsafat.
            Sebagian orang menganggap prinsip Descartes “aku berfir maka aku ada” itu sebagai semacam pijakan atau parameter untuk memahami konsep rasionalisme serta pengertian “rasionalitas” yang berbahaya kemudian adalah bila orang mengaitkan sesuatu harus masuk akal (yang rasional) dengan kekuatan kesadaran manusia sehingga yang diluar kekuatan kesadaran manusia menangkap (dan memikirkannya) akan dianggap “tidak masuk akal”, masalahnya kemudian adalah kekuatan kesadaran berfikir manusia itu (tanpa bimbingan agama) seringkali menjadi sangat bergantung pada pengalaman dunia inderawinya sehingga yang tidak masuk pengalaman dunia inderawinya seringkali tidak masuk dalam kesadaran berfikirnya sehingga ujungnya lahir prinsip “yang masuk akal adalah yang dunia indera bisa menangkapnya”.
            Contoh analogi dari pernyataan tersebut: dimasa silam sebelum manusia menemukan teropong yang bisa meneropong alam semesta saat itu manusia belum mengetahui bahwa ada banyak planet yang berada diseputar planet bumi yang juga mengelilingi matahari, artinya keberadaan planet-planet saat itu belum masuk kedalam kesadaran berfikir manusia, dan telah diketahui ada keberadaannya setelah difikirkan dan menyadari keberadaannya.
            Itulah sebabnya dalam melihat problem “realitas” manusia harus belajar melihat dari kacamata sudut pandang atau dari dimensi lain jangan melihatnya hanya dari kacamata sudut pandang kesadaran manusia sebab manusia bukan pencipta realitas tapi penangkap sebagian realitas (itupun sangat terbatas) artinya kita harus belajar melihat realitas dari sudut pandang penciptaannya, Tuhan yang menciptakan realitas, dan kemudian belajar menyadari dan menempatkan diri sebagai penangkap sebagian kecil realitas dengan cara demikian manusia tidak mudah memvonis apapun yang datang dari agama sebagai “hanya dogma” tanpa mengaitkannya dengan ilmu tentang realitas itu.[1]
            Disamping itu kalimat ini membuktikan bahwa satu-satunya hal yang pasti di dunia ini adalah keberadaan seseorang sendiri, keberadaan ini bisa dibuktikan dengan fakta bahwa ia bisa berfikir sendiri.
            Jika dijelaskan kalimat “cogito ergo sum” berarti sebagai berikut Descartes ingin mencari kebenaran, dengan pertama-tama meragukan semua hal ia meragukan keberadaan benda-benda di sekilingnya ia bahkan meragukan keberadaan dirinya sendiri.
            Descartes berpikir bahwa dengan cara meragukan semua hal termasuk dirinya sendiri tersebut, dia telah membersihkan dirinya dari segala prasangka yang mungkin menuntunnya ke jalan yang salah, ia takut bahwa mungkin saja berfikir sebenarnya tidak membawanya menuju kebenaran. Mungkin saja bahwa pikiran manusia pada hakikatnya tidak membawa manusia kepada kebenaran, namun sebaliknya memebawanya kepada kesalahan. Artinya ada semacam kekuatan tertentu yang lebih besar dari dirinya yang mengontrol pikirannya dan selalu mengarahkan pikirannya ke jalan yang salah.
            Sampai disini Descartes tiba-tiba sadar bahwa bagaimanapun pikiran mengarahkan dirinya kepada kesalahan, namun ia tetaplah berfikir. Inilah satu-satunya yang tidak mungkin salah, maksudnya, tak mungkin kekuatan tadi membuat kalimat “ketika berfikir, sayalah yang berfikir” salah. Dengan demikian Descartes sampai pada kesimpulan bahwa ketika ia berfikir maka ia ada.[2]
            Rene Descartes percaya bahwa alam semesta adalah suatu struktur matematika. Dengan alasan bahwa jika itu adalah benar maka struktur alam semesta dapat dipahami oleh studi matematika. Dengan mengikuti ke Descartes bahwa jika ia bisa kesampingkan keraguan apapun dipikirannya, maka itu harus benar. Dari dasar pemikiran ini muncul pernyataannya yang paling terkenal: “cogito ergo sum/aku berfikir oleh aku ada”.
            Descartes mengatakan bahwa postulat “Aku berfikir maka aku ada” adalah sedemikian kukuh dan niscaya sehingga kaum Skeptis tidak lagi dapat menggoyahkan. Postulat “Aku berfikir (cogito) atau Aku ragu (dubito) yakni apabila seseorang meragukan segala sesuatu ia tetap tidak akan pernah meragukan keberadaan dirinya sendiri.
            Mengingat keraguan tidak bermakna tanpa peragu, maka keberadaan manusia peragu dan pemikir adalah sesuatu yang tidak bisa diragukan. Kebenaran tentang aku yang merugikan ini bagi Descartes merupakan kepastian.[3]

Metode Kesangsian dan “Cogito ergo Sum”
            Descartes dipandang sebagai Bapak filsafat Modern. Julukan ini tidak berlebihan sebab sejak Descartes kesadaran betul-betul digumuli dalam filsafat.Disamping itu, Descartes juga berusaha memberi pendasaran metodis dalam filsafat. Dengan metode, Descartes memahaminya sebagai aturan-aturan yang dipakai untuk menemukan fundamentum certum et inconcussum veritatis (kepastian dasariah dan kebenaran yang kokoh). Metode itu disebutnya “le doute methodique” (metode kesangsian). Jadi berfilsafat bagi Descartes berarti melontarkan persoalan metafisis untuk menemukan fundamen yang pasti, yaitu suatu titik yang tidak bisa goyah seperti aksioma matematika.
            Untuk menemukan titik kepastian itu Descartes mulai dengan sebuah kesangsian atas segala sesuatu. Umpamanya dia mulai dengan menyangsikan apakah asas-asas matematika dan pandangan-pandangan metafisis yang berlaku tentang dunia material dan dunia rohani itu bukan tipuan belaka dari semacam iblis yang sangat cerdik. Misalkan saja, kita benar-benar tertipuhabis-habisan sehingga kita betul-betul dipermainkan oleh khayalan-khayalan, lalu apakah yang bisa kita jadikan pegangan? Menurut Descartes sekurang-kurangnya “aku yang menyangsikan” bukanlah hasil tipuan. Semakin kita dapat menyangsikan segala sesuatu, entah kita sungguh ditipu atau ternyata tidak, termasuk menyangsikan bahwa kita tak dapat menyangsikan, kita semakin mengada (exist). Justru kesangsianlah yang membuktikan kepada diri kita bahwa kita ini nyata. Selama kita sangsi, kita akan merasa makin pasti bahwa kita nyata-nyata ada. Jadi meskipun dalam tipuan yang lihai, kepastian bahwa “aku yang menyangsikan” itu tidak bisa dibantah, juga seandainya Allah itu seorang penipu sekalipun. Menyangsikan adalah berfikir, maka kesangsian akan eksistensiku dicapai dengan berfikir. Descartes kemudian mengatakan Je pense donc je suis atau cogito ergo sum (aku berfikir, maka aku ada).
            Yang ditemukan dengan metode kesangsian adalah kebenaran dan kepastian yang kokoh, yaitu “cogito” atau kesadaran-diri. Cogito itu kebenaran dan kepastian yang tak tergoyahkan karena dimengerti secara jelas dan terpilah-pilah (claire et distincte).
Cogito ini tidak ditemukan dengan dedukasi dari prinsip-prinsip umum atau dengan intuisi. Kedua metode tradisional ini bisa dipakai untuk membenarkan wahyu, padahal yang disebut wahyu itu bisa disangsikan dan filsafat tidak mengizinkan ketidakpastian. Cogito ditemukan lewat pikiran, sesuatu yang dikenalii lewat dirinya sendiri, tidak melalui Kitab Suci, Dongeng, pendapat orang, prasangka, dan seterusnya. Kesangsian Descartes ini sedemikian radikal, tetapi kesangsian ini hanya sebuah metode untuk menemukan dasar yang kokoh untuk kenyataan. Disini, kendatipun metode yang ditemukan baru, dia sebetulnyya tetap memiliki minat metafisika. Kesangsiannya bersifat metodis, maka bukanlah sebuah skeptisisme seperti yang kita jumpai dalam pikiran Hume nanti.[4]






Profil
Rene Descartes

               Rene Descartes lahir di Perancis pada tanggal  31 Maret 1596  dan meninggal di StockholmSwedia11 Februari 1650 pada umur 53 tahun), juga dikenal sebagai Renatus. Rene Descartes sering disebut sebagai bapak filsafat modern. Rene Descartes lahir di La Haye Touraine-Prancis dari sebuah keluarga borjuis. Ayah Descartes adalah ketua Parlemen Inggris dan memiliki tanah yang cukup luas (borjuis). Ketika ayah Descartes meninggal dan menerima warisan ayahnya, ia menjual tanah warisan itu, dan menginvestasikan uangnya dengan pendapatan enam atau tujuh ribu franc per tahun. Dia bersekolah di Universitas Jesuit di La Fleche dari tahun 1604-1612, yang tampaknya telah memberikan dasar-dasar matematika modern. Pada tahun 1612, dia pergi ke Paris, namun kehidupan sosial di sana dia anggap membosankan, dan kemudian dia mengasingkan diri ke daerah terpencil di Prancis untuk menekuni Geometri, nama daerah terpencil itu Faubourg. Teman-temannya menemukan dia di tempat perasingan yang ia tinggali, maka untuk lebih menyembunyikan diri, ia memutuskan untuk mendaftarkan diri menjadi tentara Belanda (1617). Ketika Belanda dalam keadaan damai, dia tampak menikmati meditasinya tanpa gangguan selama dua tahun. Tetapi, meletusnya Perang Tiga Puluh Tahun mendorongnya untuk mendaftarkan diri sebagai tentara Bavaria (1619). Di Bavaria inilah selama musim dingin 1619-1690, dia mendapatkan pengalaman yang dituangkannya ke dalam buku Discours de la Methode (Russel, 2007:733). Descartes, kadang dipanggil "Penemu Filsafat Modern" dan "Bapak Matematika Modern", adalah salah satu pemikir paling penting dan berpengaruh dalam sejarah barat modern. Dia menginspirasi generasi filsuf kontemporer dan setelahnya, membawa mereka untuk membentuk apa yang sekarang kita kenal sebagai rasionalisme kontinental, sebuah posisi filosofikal pada Eropa abad ke-17 dan 18.
                  Pemikirannya membuat sebuah revolusi falsafi di Eropa karena pendapatnya yang revolusioner bahwa semuanya tidak ada yang pasti, kecuali kenyataan bahwa seseorang bisa berpikir.[5]

















DAFTAR PUSTAKA

Hardiman,Budi F, “Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern” Jakarta:Erlangga
Akses Internet:
Telagahikmah.org




[1] http://filsafat.kompasiana.com diakses pada hari kamis, 3 Oktober 2013 pukul 16.49 WIB
[2] http://id.wikipedia.org/wiki/Cogito_ergo_sum diakses melalui internet pada hari kamis, 3 Oktober 2013 pukul 17.01 WIB
[3] Telagahikmah.org diakses melalui internet pada hari kamis, 3 Oktober 2013 pukul 20.12 WIB
[4] Hardiman,Budi F, “Pemikiran-Pemikiran yang Membentuk Dunia Modern” Jakarta:Erlangga, hall:34
[5] http://id.wikipedia.org/wiki/RenDescartes diakses melalui internet pada hari Kamis, 3 Oktober 2013 pukul 20.30 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar