KATA PENGANTAR
Puji
syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan laporan Analisis Perbedaan Kode Etik
Psikologi APA dan Kode Etik HIMPSI.
Adapun isi makalah
ini pembahasan mengenai pengertian kode etik, fungsi kode etik, pengertian
psikolog, pengertian HIMPSI, pengertian APA, dan amalisis perbedaan anatara
kode etik HIMPSI dan kode etik APA.
Penyusun mengucapkan
terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam penyelesaian makalah
ini. Penulis menyadari bahwa makalah ini memiliki banyak kekurangan, untuk itu penulis
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah
ini. Semoga dengan adanya makalah ini dapat memberikan manfaat bagi para
pembaca.
Malang,
April 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR……………………………………………………... 1
DAFTAR
ISI…………………………………………………………......... 2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang ………..…………………………………………….....
3
1.2
Rumusan
Masalah…………………………………………………….... 4
1.3
Tujuan Penulisan.…………………………………………………….....
4
1.4
Manfaat Penulisan.………………………………………………….......
4
BAB
II LANDASAN TEORI
2.1
Pengertian Kode
Etik.…….…………………………………………..... 5
2.2
Fungsi Kode
Etik……...…………………………….………………..... 5
2.3
Pengertian
Psikolog…………………………………………………...... 5
2.4
Pengertian
HIMPSI………………………………………………...…... 6
2.5
Pengertian
APA……………………………………………………...…. 6
BAB III PEMBAHASAN
3.1
Perbedaan Kode
Etik HIMPSI dan Kode Etik APA…………………... ...7
BAB
IV PENUTUP
4.1
Kesimpulan……………………………………………………………... 7
4.2
Saran………………………………………………………………….... 8
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kode Etik
Psikologi merupakan hasil nilai-nilai luhur yang terkandung dalam landasan
hokum yang dimiliki tiap-tiap Negara. Berdasarkan nilai luhur tersebut,
Pendidikan Tinggi telah menghasilkan
Psikolog dan Ilmuwan Psikologi, yang senantiasa menghargai dan menghormati
harkat maupun martabat manusia serta menjunjung tinggi terpeliharanya hak-hak
asasi manusia. Psikolog dan Ilmuwan Psikologi selalu melandaskan diri pada
nilai-nilai tersebut dalam kegiatannya pada
bidang pendidikan, penelitian, pengabdian diri serta pelayanan
dalam rangka meningkatkan pengetahuan
tentang perilaku manusia, baik dalam bentuk pemahaman bagi dirinya maupun pihak
lain, serta memanfaatkan pengetahuan dan kompetensinya bagi kesejahteraan umat
manusia.
Selain itu para
Psikolog dan Ilmuwan Psikologi selalu berupaya menjamin kesejahteraan umat
manusia dan memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa dan praktik
psikologi, serta semua pihak yang terkait dengan jasa dan praktik psikologi
atau pihak yang menjadi objek dari studinya, yang tujuannya untuk bersama-sama
saling mensejahterakan.
Akan tetapi
setiap Negara memiliki kebijakan dan peraturan masing-masing, dan
kebijakan-kebijakan tersebut belum pasti sama secara keseluruhan, seperti hal
nya Kode Etik Psikologi yang dibuat oleh HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia)
dan Kode Etik Psikologi APA (American Psychological Association). Diantara
keduanya tidak secara keseluruhan identik, dimana selain terdapat kesamaan dan
terdapat pula perbedaan. Dengan demikian penulis akan menguraikannya dalam
laporan ini untuk mengetahui apa saja perbedaan Kode Etik Psikologi yang dibuat
oleh HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) dan Kode Etik Psikologi APA
(American Psychological Association).
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa
itu Kode Etik?
2. Apa
fungsi Kode Etik?
3. Apa
itu Psikolog?
4. Apa
itu HIMPSI?
5. Apa
itu APA?
6. Apa
perbedaan diantara Kode Etik HIMPSI dan Kode Etik APA?
1.3 Tujuan Penulisan
1. Untuk
mengetahui pengertian Kode Etik
2. Untuk
mengetahui fungsi dari Kode Etik
3. Untuk
mengetahui pengertian Psikolog
4. Untuk
mengetahui pengertian HIMPSI dan APA
5. Untuk
mengetahui perbedaan diantara Kode Etik pada HIMPSI dan Kode Etik pada APA
1.4 Manfaat Penulisan
1. Dapat
memahami pengertian Kode Etik
2. Dapat
memahami fungsi dari Kode Etik
3. Dapat
memahami pengertian Psikolog
4. Dapat
memahami pengertian HIMPSI dan APA
5. Dapat
memahami perbedaan diantara Kode Etik pada HIMPSI dan Kode Etik pada APA
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Kode Etik
Kode Etik Dapat diartikan pola
aturan, tata cara, tanda, pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau
pekerjaan. Kode etik merupakan pola aturan atau tata cara sebagai pedoman
berperilaku.
Kode
Etik menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah norma dan asas yg diterima
oleh kelompok tertentu sebagai landasan tingkah laku.
2.2 Fungsi Kode Etik
Kode
etik adalah rumusan yang bertujuan mengidentifikasi nilai, prinsip, dan standar
etika tingkah laku dalam suatu profesi. Pada dasarnya kode etik memiliki fungsi
ganda yaitu sebagai perlindungan dan pengembangan bagi profesi. Fungsi seperti
itu sama seperti apa yang dikemukakan Gibson dan Michel (1945 : 449) yang lebih
mementingkan pada kode etik sebagai pedoman pelaksanaan tugas prosefional dan
pedoman bagi masyarakat sebagai seorang professional.
Biggs
dan Blocher ( 1986 : 10) mengemukakan tiga fungsi kode etik yaitu : 1.
Melindungi suatu profesi dari campur tangan pemerintah. (2). Mencegah
terjadinya pertentangan internal dalam suatu profesi. (3). Melindungi para
praktisi dari kesalahan praktik suatu profesi.
2.3 Pengertian Psikolog
Psikolog adalah lulusan pendidikan
profesional yang berkaitan dengan praktik psikologi dengan latar belakang
pendidikan Sarjana Psikologi lulusan program pendidikan tinggi psikologi strata
1 (S1) sistem kurikukum lama atau yang mengikuti pendidikan tinggi psikologi
strata 1 (S1) dan lulus dari pendidikan profesi psikologi atau strata 2 (S2)
pendidikan Psikolog. Psikolog memiliki kewenangan untuk memberikan layanan
psikologi yang meliputi bidang-bidang praktek klinis dan konseling; penelitian;
pengajaran; supervisi dalam pelatihan, layanan masyarakat, pengembangan
kebijakan; intervensi sosial dan klinis; pengembangan instrumen asesmen
psikologi; penyelenggaraan asesmen; konseling karir dan pendidikan; konsultasi
organisasi; aktifitas-aktifitas dalam bidang forensik; perancangan dan evaluasi
program; dan administrasi.
Psikolog
adalah seorang ahli dalam ilmu Psikologi, yang didalamnya mempelajari tingkah
laku individu serta mental individu. Dalam mengendalikan keilmuannya, seorang
psikolog dibagi kedalam beberapa ahli sesuai dengan cabang psikologi yang
dipelajari, seperti psikolog klinis atau menjadi seorang konselor.
2.4 Pengertian HIMPSI
Himpunan Psikologi Indonesia
(HIMPSI) merupakan satu-satunya organisasi profesi psikologi di Indonesia,
didirikan di Jakarta pada tanggal 11 Juli 1959 dengan nama Ikatan Sarjana
Psikologi, disingkat ISPsi. Sejalan dengan perubahan sistim pendidikan tinggi
di Indonesia, melalui Kongres Luar Biasa pada tahun 1998 di Jakarta, organisasi
ini mengubah nama menjadi Himpunan Psikologi Indonesia, disingkat Himpsi.
Sebagai
organisasi profesi, Himpsi merupakan wadah berhimpunnya profesional Psikologi
(Sarjana Psikologi, Magister Psikologi, Doktor Psikologi dan Psikolog). Sejak
tahun 2003, lulusan program pendidikan profesi psikologi sudah setara dengan
jenjang Magister. Misi utama Himpsi adalah pengembangan keilmuan dan profesi
psikologi di Indonesia.
2.5 Pengertian APA
American Psychological Association
(APA) merupakan organisasi ilmiah dan profesional terbesar Psikolog di Amerika
Serikat dan merupakan asosiasi terbesar di dunia psikolog dengan sekitar
152,000 anggota, termasuk para ilmuwan, pendidik, dokter, konsultan dan
mahasiswa. Didirikan pada bulan Juli 1892 di Clark University oleh suatu
kelompok yang terdiri dari 26 orang. Pemimpin pertamanya, yang disebut sebagai
presiden, adalah G. Stanley Hall.
BAB III
PERBEDAAN KODE ETIK HIMPSI DAN KODE
ETIK APA
Setiap
Negara memiliki peraturan/kebijakan masing-masing, dan kebijakan-kebijakan
tersebut belum pasti sama secara keseluruhan, seperti hal nya Kode Etik
Psikologi yang dibuat oleh HIMPSI (Himpunan Psikologi Indonesia) dan Kode Etik
Psikologi APA (American Psychological Association). Diantara keduanya tidak
secara keseluruhan identik, dimana selain terdapat kesamaan, terdapat pula
perbedaan. Berikut adalah perbedaan diantara keduanya, antara lain:
Kode
Etik APA
|
Kode
Etik HIMPSI
|
Deskripsi
Perbedaan
|
5 prinsip umum
|
Bab 1
|
Kedua nya sama-sama terdapat prinsip
umum, namun 5 prinsip umum pada APA tidak masuk kedalam bab maupun sub-bab. Pada
HIMPSI, 5 prinsip umum dimasukkan kedalam BAB 1 pasal 2.
|
1.Standar Etika
|
Bab 2 Mengatasi Isu Etika: Majelis
Psikologi Indonesia
|
Pada APA tidak membahas Majelis
Psikologi, berbeda dengan HIMPSI yang membahas Majelis Psikologi pada pasal 3
dimana Majelis Psikologi berperan memberikan pertimbangan etika normatif
maupun organisasi berkaitan dengan profesi psikologi baik sebagai ilmuwan
maupun praktik psikologi kepada anggota maupun organisasi, dll.
Selain itu, pada APA tidak dijelaskan
mengenai jenis-jenis pelanggaran dan konsekuensi sanksi yang didapat,
sedangkan pada HIMPSI dijelaskan secara rinci mengenai jenis pelanggaran dan
konsekuensi sanksi bagi para Psikolog yang melanggar.
|
1.Standar Etika: Menyelesaikan Masalah
Etnis: 1.04 Resolusi Informal Pelanggaran Etika
|
Bab 2: Mengatasi Isu Etika: Pasal 5:
Penyelesaian Isu Etika ayat 3
|
Pada APA, ketika diketahui ada
pelanggaran etika profesi psikologi oleh Psikolog atau lainnya, maka masalah
tersebut berusaha diselesaikan dengan hal-hal yang masuk akal, mengacu pada 5 prinsip umum dan standar etika kode
etik, sedangkan pada HIMPSI jika diketahui terdapat pelanggaran etika profesi
psikologi yang dilakukan oleh
Psikolog/lainnya maka pelaporan pelanggaran dibuat secara tertulis dan
disertai bukti terkait lalu ditujukan kepada HIMPSI untuk nantinya diserahkan
kepada Majelis Psikologi Indonesia, kerja sama antara Pengurus HIMPSI dan
Majelis Psikologi Indonesia menjadi bahan pertimbangan dalam penyelesaian
kasus pelanggaran kode etik.
|
1.Standar Etika: 1.06: Bekerja Sama
dengan Komite Etika
|
Bab 2: mengatasi isu etika: pasal 3 Majelis
Psikologi Indonsia
|
Pada APA, psikolog bekerja sama dalam
penyelidikan etika, kelanjutan, persyaratan yang dihasilkan oleh APA atau
afiliasi asosiasi psikologis di Negara manapun mereka berada, dalam hal itu
mereka menyebutkan masalah yang dirahasiakan, sedangkan pada HIMPSI apabila
terdapat suatu pelanggaran etika psikologi yang berwenang untuk menindak
lanjuti adalah Majelis Psikologi Indonesia.
|
2.Kompetensi: 2.03 mempertahankan
kompetensi
|
Bab 3 kompetensi: pasal 8 peningkatan
kompetensi
|
Isi keduanya sama, menyatakan bahwa
psikolog dan/ atau ilmuwan psikologi melakukan upaya-upaya untuk
mengembangkan dan mempertahankan kompetensi mereka, perbedaan hanya terdapat
pada judul pembahasan, pada APA menggunakan kata “mempertahankan” kompetensi,
pada HIMPSI menggunakan kata “peningkatan” kompetensi.
|
3.Hubungan Manusia: 3.01. Diskriminasi
yang tidak adil
|
Bab 4: Hubungan antar manusia: pasal
13: Sikap profesional
|
Pada APA diuraikan bagi para psikolog/
ilmuwan psikologi untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap setiap klien,
namun penjelasan tersebut kurang terperinci, sedangkan dalam HIMPSI pada
pembahasan pasal sikap professional dijelaskan secara rinci bagaimana
psikolog/ ilmuwan psikologi dapat berprofesional baik segi sikap maupun
perilaku kepada siapapun, tidak pula membeda-bedakan.
|
3.Hubungan Manusia: 3.07: Permintaan
pihak ketiga untuk jasa
|
-
|
Pada APA dijelaskan mengenai peran
psikolog apabila diminta pihak ketiga untuk memberikan jasa dan psikolog
menjelaskan bagaimana langkah pelayanan awal sampai akhir, sedangkan pada
HIMPSI tidak diuraikan mengenai pihak ketiga dalam permintaan jasa psikolog.
|
3.Hubungan Manusia: 3.09: Kerjasama
dengan profesi lain
|
Bab 4: Hubungan antar manusia: pasal
19: Hubungan Profesional
|
Pada APA tidak diuraikan bagaimana
perihal hubungan terhadap sesama profesi psikologi, hanya mencantumkan mengenai
kerjasama dengan profesi lain, sedangkan pada HIMPSI dijelaskan secara rinci
bagaimana sikap menghormati dan profesionalisme dalam menjalin hubungan
kekerabatan dengan sesama profesi maupun kerjasma dengan profesi lain.
|
3.Hubungan manusia: 3.10: Persetujuan
tertulis (Informed Consent)
|
Bab 4: Hubungan antar manusia: Pasal
20:Informed Consent
|
Pada HIMPSI dijelaskan secara rinci
apa itu Informed Consent dan apa saja aspek-aspek yang ada didalamnya,
sedangkan pada APA tidak dijelaskan pengertian dan aspek dari Informed
Consent, seperti salah satu nya tidak dijelaskan bagaimana resiko atau
keuntungan yang didapatkan dan mengenai perkiraan waktu yang diberikan.
|
3.Hubungan manusia: 3.12: Gangguan
layanan psikologis
|
Bab 4 Hubungan antar manusia: Pasal
22: Pengalihan dan penghentian layanan psikologi
|
Dalam APA tidak dijelaskan mengenai
penghentian layanan seperti klien sudah tidak membutuhkan layanan psikolog,
ketergantungan pengguna layanan hingga menyebabkan perasaan tak nyaman pada
salah satu atau kedua belah pihak, dan pada APA hanya menjelaskan bentuk
gangguan layanan psikologis, sedangkan pada HIMPSI hal-hal tersebut tertera.
|
4.Privasi dan kerahasiaan: 4.01:
Mempertahankan kerahasiaan
|
Bab 5 kerahasiaan rekam dan hasil
pemeriksaan psikologi: pasal 24: mempertahankan kerahasiaan data
|
Pada APA tidak dijelaskan secara rinci
mengenai pertahanan kerahasian data, hanya tertera peraturan yang dapat
diikuti dari hokum dan dibuat oleh aturan institusional atau professional aau
perkumpulan ilmiah, jadi belum tercantum dengan jelas, sedangkan pada HIMPSI telah tercantum
dengan jelas apa saja hal-hal yang haru dipatuhi, seperti dapat diberikan
kepada orang yang berwenang, dapat dikomunikasikan dengan bijaksana secara
lisan atau tertulis kepada pihak ketiga sehingga tetap terjaga
kerahasiaannya.
|
4.Privasi dan kerahasiaan: 4.02.
Mendiskusikan batasan dari kerahasiaan
|
Bab 5 kerahasiaan rekam dan hasil
pemeriksaan psikologi: pasal 25 Mendiskusikan batasan kerahasiaan data pada
pengguna layanan psikologi
|
Pada APA tertera gambaran diskusi
mengenai batasan kerahasiaan namun secara umum, sedangkan pada HIMPSI
menjelaskan secara detail mengenai materi dan ruang lingkup batasan
kerahasiaan.
|
4.Privasi dan kerahasiaan: 4.03
Rekaman
|
Bab 5 kerahasiaan rekam dan hasil
pemeriksaan psikologi: pasal 23 Rekam psikologi
|
Pada APA hanya menjelaskan prosedur
sebelum merekam suara dan gambar dari klien seperti permintaan izin, dll.
Sedangkan pada HIMPSI dijelaskan secara rinci jenis rekaman psikologi dan
bagaimana prosedur yang dijalankan.
|
4.Privasi dan kerahasiaan: 4.05
pengungkapan informasi
|
Bab 5 kerahasiaan rekam dan hasil
pemeriksaan psikologi: Pasal 26: pengungkapan kerahasiaan data
|
Pada HIMPSI terdapat cara pencatatan
data kerahasiaan yang harus dilindungi, sedangkan pada APA tidak dijelaskan
secara rinci mengenai hal tersebut.
|
5.Pengiklanan dan pernyataan publik lainnya: 5.04
presentasi melalui media
|
Bab 6 Iklan dan pernyataan publik
pasal 31: pernyataan melalui media
|
Pada HIMPSI terdapat pernyataan melalui
media terkait bidang psikologi forensik sedangkan pada APA tidak tertera.
|
5.Pengiklanan dan pernyataan publik lainnya: 5.05
testimoni dan 5.06 permohonan secara pribadi
|
Bab
6 Iklan dan pernyataan publik: Pasal 32: iklan diri yang berlebihan
|
Pada APA terdapat penjelasan mengenai psikolog yang tidak memberikan testimoni
pada klien saat terapi untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan dan
terdapat penjelasan mengenai permohonan secara pribadi dimana tidak
menjadikan ajang bisnis pribadi yang tidak diundang dari klien saat
menghadapi klien, sedangkan pada HIMPSI hal tersebut tidak tertera secara
rinci namun terdapat pasal yang menerangkan bahwa tidak diperkenankan untuk
mengiklankan diri secara berlebihan.
|
6.penyimpanan data dan biaya: 6.02
Pemeliharaan, penyebaran, dan pembuangan data rahasia berdasarkan profesional
|
Bab 7 Biaya layanan psikologi: pasal
33 Penjelasan biaya dan batasan
|
Pada APA tetap menjelaskan mengenai
keamanan rahasia data, namun terdapat pula uraian mengenai pembuangan data
rahasia berdasarkan profesional, sedangkan pada HIMPSI tidak tertera mengenai
pembuangan data.
|
6.penyimpanan data dan biaya: 6.07 Rujukan
dan biaya
|
Bab 7 Biaya layanan psikologi: pasal
34 Rujukan dan biaya
|
Pada HIMPSI terdapat uraian tentang
penentuan waktu pembagian imbalan sebelum melakukan pelayanan psikologi
kepada sesama profesi atau lainnya, namun dalam APA tidak tertera waktu
peraturan pembagian imbalan.
|
7.Pendidikan dan pelatihan
|
Bab 8: Pendidikan dan/atau pelatihan:
Pasal 37 pedoman umum
|
Pada APA tidak tertera pedoman umum
mengenai pendidikan dan/atau pelatihan, sedangkan pada HIMPSI mencantumkan
pedoman umum pada pasal 37.
|
7.Pendidikan dan pelatihan
|
Bab 8: Pendidikan dan/atau pelatihan:
Pasal 40 Informed consent dalam Pendidikan dan/atau pelatihan
|
Pada APA tidak tertera uraian mengenai
informed consent (pernyataan tertulis) dalam pendidikan dan/atau pelatihan,
sedangkan pada HIMPSI diuraikan pada pada pasal 40.
|
7.Pendidikan dan pelatihan: 7.07
Hubungan seksual dengan siswa dan asisten pengawas
|
Bab 8: Pendidikan dan/atau pelatihan:
Pasal 44: Keakraban seksual dengan peserta pendidikan dan/atau pelatihan atau
orang yang di supervisi
|
Keduanya menguraikan bagaimana
keharusan psikolog/ilmuwan psikologi untuk tidak terlibat dalam keakraban
seksual dengan peserta pelatihan dan/atau pendidikan, namun pada HIMPSI
diuraikan pula alternatif jika hal tersebut terjadi atau telah terbawa
sebelumnya maka Psikolog yang bertugas sebagai pendidik diganti dengan
psikolog lain yang juga berkompeten dan memiliki hubungan netral dengan
peserta didik yang bersangkutan untuk memastikan obyektivitas dan
meminimalkan kemungkinan-kemungkinan negatif pada semua pihak yang
bersangkutan.
|
8.Penelitian dan publikasi: 8.01
Persetujuan Institusional
|
Bab 9: Penelitian dan publikasi pasal
45: pedoman umum
|
Pada APA tidak tertera pengertian dari
penelitian, sedangkan pada HIMPSI dicantumkan.
Pada APA menggunakan persetujuan
insitusional ketika akan melakukan penelitian, sedangkan pada HIMPSI
menjelaskannya sebagai pedoman umum dan tidak mencantumkan kata “persetujuan
institusional”.
|
8.Penelitian dan publikasi: 8.06
Menawarkan bujukan untuk partisipasi penelitian
|
-
|
Pada APA diuraikan mengenai penghindaran
pada penawaran bujukan finansial dan lainnya yang berlebihan atau tidak
pantas untuk partisipasi penelitian yang mana bujukan tersebut dapat memaksa
partisipasi, sedangkan pada HIMPSI tidak diuraikan secara rinci mengenai hal
tersebut.
|
8.Penelitian dan publikasi: 8.10
Pelaporan hasil penelitian
|
Bab 9: Penelitian dan publikasi Pasal
53: Pelaporan dan publikasi hasil penelitian
|
Pada HIMPSI, dala pasal 53 ayat 3
diuraikan mengenai larangan penerbitan atau publikasi dalam bentuk original
dari data yang pernah dipublikasikan sebelumnya, sedangkan pada APA tidak
diuraikan mengenai hal tersebut.
|
8.Penelitian dan publikasi: 8.11
Plagiarisme dan 8.12 penghargaan publikasi
|
Bab 9: Penelitian dan publikasi pasal
55: penghargaan dan pemanfaatan karya cipta pihak lain
|
Pada APA, mengenai plagiarisme dan
penghargaan publikasi dipisahkan dalam sub bab yang berbeda (pasal) meskipun
topik keduanya masuk kedalam bab yang sama (bab 8), sedangkan pada HIMPSI,
mengenai plagiarisme dan penghargaan masuk dalam bab yang sama (bab 9) hanya
beda pada letak ayatnya.
|
8.Penelitian dan publikasi : 8.14:
Membagikan data penelitian untuk verifikasi
|
-
|
Pada APA diuraikan mengenai pembagian
data penelitian untuk verifikasi, dimana setelah hasil penelitian
dipublikasikan, psikolog tidak menahan data kesimpulannya kepada profesi lain
yang berusaha untuk memverifikasi klaim substansif melalui analisis ulang dan
yang berniat untuk menggunakan data tersebut hanya ntuk keperluan tersebut,
dan psikolog meminta persetujuan tertulis sebelum digunakan, sedangkan pada
HIMPSI tidak diuraikan.
|
-
|
Bab 10: Psikologi forensik
|
Pada APA tidak tertera pembahasan
mengenai psikologi forensik, sedangkan pada HIMPSI tertera pada bab 9
mengenai psikologi forensik, dimana Pasal ini muncul akibat adanya kasus di
Indonesia seperti kasus RYAN (pria homoseksual yang memutilasi
pasangan-pasangannya), sehingga butuh penanganan kusus pada kasus tersebut.
|
9.Penilaian
|
Bab 11 Asesmen
|
Penggunakan kata yang berbeda, tetapi
makna sama “Assesmen-Penilaian”
|
9.Penilaian
|
Bab 11 Asesmen
|
Kandungan pada APA dan HIMPSI mengenai
penilaian terdapat perbedaan, mulai dari konsep maupun langkah-langkah, pada
APA psikologi mendasari opini yang terdapat dalam rekomendasi mereka, laporan,
pernyataan diagnostik atau evaluatif, sedangkan pada HIMPSI, psikolog dan/
atau ilmuwan psikologi melakukan observasi, wawancara, penggunaan alat,
instrument tes sesuai dengan kategori dan kompetensi yang ditetapkan untuk
membantu psikolog melakukan pemeriksaan psikologi.
|
9.Penilaian: 9.02 Penilaian
|
Bab 11 Asesmen: Pasal 63 penggunaan
asesmen
|
Pada HIMPSI dijelaskan secara rinci
mengenai konstruksi tes, administrasi dan kategori tes, kategori alat tes
dalam psikodiagnostik, tes dan hasil
tes yang kadaluarsa, dan asesmen yang dilakukan oleh orang yang tidak
kompeten/ qualified, sedangkan pada APA hanya dijelaskan secara umum mengenai
penggunaan instrument penilaian yang validalitas dan realiabilitasnya.
|
9.Penilaian: 9.05 Konstruksi pengujian
|
-
|
Pada APA dijelaskan mengenai
konstruksi pengujian, diaman psikolog mengembangkan tes dan teknik penilaian
lainnya dengan menggunakan prosedur yang tepat, sedangkan pada HIMPSI tidak
diuraikan mengenai hal tersebut.
|
9.Penilaian: 9.07 penilaian oleh orang
yang tidak memiliki kualifikasi
|
-
|
Pada APA dijelaskan mengenai penilaian
oleh orang yang tidak memiliki kualifikasi, sedangkan pada HIMPSI tidak
tertera mengenai hal tersebut.
|
9.Penilaian: 9.08 tes yang ketinggalan
zaman dan hasil tes yang sudah lama
|
-
|
Pada APA dijelaskan mengenai tes yang
ketinggalan zaman dan hasil tes yang sudah lama, sedangkan pada HIMPSI tidak
tertera mengenai hal tersebut.
|
9.Penilaian: 9.09 Skoring pengujian
dan layanan interpretasi
|
-
|
Pada APA dijelaskan mengenai skoring
pengujian dan layanan interpretasi, sedangkan pada HIMPSI tidak tertera
mengenai hal tersebut.
|
-
|
Bab 7 Intervensi
|
Pada HIMPSI terdapat penguraian secara
rinci mengenai intervensi, dimana intervensi adalah suatu kegiatan yang
dilakukan secara sistematis dan terencana berdasar hasil asesmen untuk
mengubah keadaan seseorang, sedangkan pada APA tidak tertera mengenai hal
tersebut.
|
-
|
Bab 8 Psikoedukasi
|
Pada HIMPSI terdapat penguraian secara
rinci mengenai psikoedukasi, dimana psikoedukasi adalah kegiatan yang
dilakukan untuk meningkatkan pemahaman dan atau keterampilan sebagai muncul
dan meluasnya gangguan psikologis disuatu kelompok, komunitas, atau
masyarakat, meningktkan pemahamanbagi lingkungan (terutama keluarga) tentang
gangguan yang dialami seseorang setelah menjalani psikoterapi, dan sedangkan
pada APA tidak diuraikan mengenai hal tersebut.
|
10.Terapi
|
Bab 14 Konseling psikologi dan terapi
psikologi
|
Pada APA hanya tertera pembahasan
mengenai terapi tetapi tidak tertera pembahasan mengenai konseling, sedangkan
pada HIMPSI tertera pembahasan mengenai konseling psikologi dan terapi
psikologi, dimana menjelaskan pengertian dari konseling dan terapi itu sendiri.
|
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Persamaan
Kode Etik HIMPSI dan Kode Etik APA
1.
Keduanya
membahas pelayanan psikologi sesuai dengan etika.
2. Keduanya
membahas hubungan antar manusia
3. Keduanya
menjelaskan hubungan majemuk
4. Keduanya
membahas bagaimana peningkatan kompetensi
5. Keduanya
membahas pemberian asesmen
6. Keduanya
membahas kerahasiaan data
7. Dll.
Perbedaan
Kode Etik HIMPSI dan Kode Etik APA
1. Kode
etik HIMPSI menjelaskan tentang batasan kompetensi, sedangkan APA tidak.
2. Pembahasan
yang ada pada HIMPSI mayoritas lebih rinci dibandingkan pada APA.
3. Penghormatan
harkat dan martabat dalam kode etik HIMPSI lebih rinci dari APA, mungkin karena
disini adalah budaya Timur dan banyaknya kebudayaan di Negara ini.
4. Informed
Consent dalam kode etik HIMPSI lebih rinci
5. Bentuk-bentuk,
jenis-jenis, dan segala macam tentang pelanggaran lebih detail dalam kode etik
HIMPSI
6. Pada
HIMPSI terdapat pembahasan mengenai psikologi forensik, Pasal ini muncul akibat
adanya kasus di Indonesia seperti kasus RYAN (pria homoseksual yang memutilasi
pasangan-pasangannya), sehingga butuh penanganan kusus pada kasus tersebut.
4.2 Saran
Penulis
menyarankan kepada pembaca untuk tetap mengikuti kode etik yang berlaku pada
setiap Negara untuk tetap memupuk rasa toleransi dan tanggung jawab berdasarkan
hukum-hukum yang berlaku, sehingga terciptakan kerukunan dan kedamaian.
Dalam penulisan
laporan ini tidak terlepas dari kekurangan, untuk itu penulis menyarankan
kepada pembaca ketika melakukan penelitian berlanjut maka lebih memahami
variable yang diteliti untuk mendapatkan hasil yang lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
HIMPSI. 2010. Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: HIMPSI
APA. American Psychological Association
Akses
Internet:
http://www.bimbingan.org/pengertian-psikiater.htm/
diakses
hari Rabu, 09 April 2014 pukul 13.35 wib.
http://kamusbahasaindonesia.org/kodeetik/
diakses
hari Rabu, 09 April 2014 pukul 13.46 wib.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapus