Dunia erat kaitannya dengan
pendidikan. Tanpa pendidikan, dunia terasa hampa dijalankan. Pendidikan memang tidak
hanya bisa didapatkan di sekolah maupun perkuliahan. Pendidikan juga bisa
didapatkan di dalam kehidupan nyata. Meskipun demikian, pendidikan bukan hanya
gelat teori dan materi, akan tetapi harus memiliki pondasi dan praktisi.
Menurut Driyarkara pendidikan didefinisikan sebagai upaya memanusiakan
manusia muda atau pengangkatan manusia muda ke taraf insani.
Menurut Stella van Petten Henderson Pendidikan merupakan kombinasi dari
pertumbuhan dan perkembangan insani dengan warisan sosial. Kohnstamn dan Gunning (1995): Pendidikan adalah pembentukan hati
nurani. Pendidikan adalah proses pembentukan diri dan penentuan diri secara
etis, sesuai dengan hati nurani
Paradigma
pendidikan kian bergulir dengan banyaknya perubahan-perubahan yang terjadi
seiring majunya zaman globalisasi. Bebasnya hambatan laju interaksi antar
berbagai Negara menjadikan Indonesia menjadi salah satu Negara yang banyak
mengekspos produk dan teori dari Negara lain seperti pendidikan dan teknologi.
Memang tak ada yang salah dengan hal tersebut, karena dapat membuka pikiran
kian berkembang dengan idea-idea yang bisa didapatkan. Namun dimana ada dampak
positif, disitulah nampak pula dampak negatif.
Di
era globalisasi ini teknologi menjadi hal yang paling berpengaruh bagi
kehidupan. Dengan teknologi hal-hal yang awalnya sulit menjadi lebih mudah.
Teknologi memang sangat berperan penting dan berdampak positif apabila
disesuaikan pada tempatnya. Disamping sisi positif nya, tentunya teknologi juga
memiliki dampak negatif yang tidak kalah lebih berpengaruhnya bagi kehidupan.
Dahulu anak-anak kecil lebih senang menghabiskan hari-harinya dengan bermain,
belajar, dan mengaji. Permainan tradisional menjadi hal yang terbiasa mereka
lakukan. Akan tetapi hal tersebut jarang ditemukan di era modern ini.
Mereka
lebih banyak menghabiskan waktu nya untuk bermain games online, entah hanya
berdiam diri di rumah ataupun rela melangkahkan kaki nya pergi ke warung
internet hanya untuk bermain games online tersebut. Mirisnya, bentuk yang ditampakkan
dalam permainan online tersebut terkesan kurang mendidik, dimana dari bentuk
subjek dan objek nya yang kurang layak di tampilkan membuat sang anak lebih
cepat menangkap dan merespon hingga membuat mereka merasa ketagihan untuk tetap
terus bermain.
Kebiasaan tersebut dapat membawa
pengaruh negatif dalam kehidupan sehari-hari. Anak lebih cepat menangkap objek
yang ada dihadapannya. Dengan bentuk permainan gulat dan adu kekuatan membuat
mereka cepat meniru untuk diperagakan nyata. Dari penemuan Albert Bandura yang menemukan Teori Bandura-bobo dolls, dimana respon anak lebih cepat terjadi setelah melihat
objek yang ada dihadapannya. Sang anak akan meniru dari apa yang ia lihat. Dan
apabila anak diberikan objek negative, bukan tidak mungkin pula sang anak akan
merespon dan melakukannya.
Entah darimana sisi yang salah,
namun pada dasarnya pendidikan sejak dini tentulah telah tertanamkan pada diri
seseorang. Pendidikan karakter dan religi sejak dini serta peran orang tua sangatlah
penting untuk membentuk pola pikir seseorang dalam bertingkah laku di
lingkungan sosial. Manfaatnya juga untuk dapat meminimalisir kesalahan
pemikiran yang menghantarkan pada perbuatan tak mendidik dan tak bermoral.
Kembali dalam rona pendidikan,
menanamkan keyakinan untuk memperoleh pendidikan bukanlah hal mudah. Banyak nya
pemikiran dan perbedaan pendapat menjadi salah satu penyebabnya. Tak semua
orang mampu memutar kehidupan dengan sejalan. Ada yang peduli dan tak sedikit
pula yang mengabaikan. Cita-cita dan motivasi diri mungkin bisa menjadi
pendorong keyakinan dan kesadaran akan dunia pendidikan.
Kenyataan di Indonesia, pengangguran
menjadi kian marak seiring berjalannya waktu dengan kepadatan penduduk yang
mencapai 250 juta jiwa dengan pertumbuhan 1.49 persen setiap tahun dan
paradigma kehidupannya yang mendorong para remaja cenderung lebih memikirkan
bagaimana mereka bisa tetap bertahan dengan gejolak perekonomian terbatas. Hasil
riset 10 remaja yang berhasil dilansir mengemukakan alasan terkuat mereka tidak
bisa melanjutkan pendidikan ke jenjang lebih tinggi karena faktor ekonomi.
Mereka awalnya berfikir bahwa pendidikan sangatlah penting karena bisa
menunjang kehidupan di masa depan. Akan tetapi pernyataan tersebut lepas
menjadi ambigu seiring perjalanan pendidikan yang tentunya memerlukan biaya.
Mereka berfikir bahawa mencari pekerjaan lebih cepat menghasilkan uang daripada
harus menunggu sampai batas pendidikan tertinggi. “Kuliah membuang uang,
bekerja mendapatkan uang”. Kemandegan pola pikir yang demikian menjadikan citra
pendidikan dianggap sebuah hal sepele.
Belum lagi banyak nya
pengangguran-pengangguran para sarjana di Indonesia hingga mencapai 5.5-5.8
persen atau 7,17 juta orang dari total angkatan kerja yang mencapai 121,2 juta
orang.
Adanya kenyataan ini menimbulkan rasa pesimistik dan berfikir bahwa pendidikan
bukanlah akhir dari segalanya. “Banyak orang berpendidikan tinggi namun belum
bisa mendapatkan nikmatnya kesuksesan”. Jika kita berfikir pendidikan merupakan
penunjang kesuksesan, maka sampai kapanpun kita menduga pendidikan itu dasar
pokok kesuksesan. Akan tetapi jika kita berfikir pendidikan merupakan sarana
penunjang kehidupan mungkin itu bisa lebih baik, dimana pendidikan bukan
dijadikan alasan utama seseorang untuk mendapat materi namun untuk menuai
kehidupan lebih baik.
Sebenarnya bukan hal sulit bagi
seseorang untuk bisa mendapatkan pendidikan. Untuk dapat melanjutkan pendidikan
ternyata mudah didapatkan dengan potensi yang dimiliki. Saat ini banyak
peluang-peluang masuk sekolah dan perguruan tinggi dengan modal potensi yang
dimiliki. Adapun jika belum sesuai dengan potensi yang dimiliki diri, tak urung
membuat lemah untuk terus bangkit meraih masa depan gemilang. Berfikir positif,
memiliki tujuan dan cita-cita nyata, juga menjadi seseorang yang mampu berfikir
hidup tidak hanya untuk sebuah tumpangan namun menjadi sebuah petualangan. Seperti
kisahnya Khoirul Anwar, seorang Professor berprestasi dari keluarga tidak mampu
dalam segi materil namun mampu mengangkat dunia pendidikan dalam kehidupannya. “Man
jadda wa jada”. Tidak ada yang tidak mungkin jika kita terus berusaha dan berdo’a.